...selamat datang...

Selasa, 18 Desember 2012

PENDIDIKAN TIDAK UNTUK RAKYAT MISKIN

Berbagai masalah di indonesia, mulai dari minimnya sarana dan prasarana belajar, rendahnya kualitas pengajar, kurikulum yang tak sesuai kebutuhan, hingga lulusan yang tidak “siap pakai”, menjadi persoalan yang tak kunjung selesai.


Hal yang paling memprihatinkan adalah belum terakomodasiya rakyat miskin untuk mengenyam pendidikan. Padahal, dalam UUD 1945 sudah dijelaskan bahwa setiap warga negara berhak mendapat pendidikan. Berbagai upaya yang dilakukan pemerintah untuk mewujudkan hal itu sampai saat ini belum bisa tercapai. Masih banyak warga miskin yang terpaksa tidak sekolah karena tingginya biaya pendidikan. Bahkan, pendidikan sudah dijadikan sebagai barang dagangan yang mempunyai harga tinggi. Komersialisasi pendidikan inilah yang menjadi akar permasalahan orang miskin tidak bisa sekolah.


Komersialisasi atau industrialisasi pendidikan ini membuat kebutuhan pendidikan tidak bisa lagi dipenuhi oleh semua strata sosial dalam masyarakat. Hanya masyarakat yang beruang saja yang mampu mengenyam pendidikan berkualitas baik. Untuk masuk sekolah pertama kali saja sudah diharuskan membayar biaya pendaftaran yang tidak sedikit. Belum lagi adanya uang pangkal yang selama ini menjadi pangkal persoalan rakyat miskin. Bagi mereka yang mampu, semua persoalan itu tidak menjadi masalah yang berarti, karena masih bisa diatasi. Bahkan, mereka berani membayar berapa pun uang pangkal yang diminta sekolah, asalkan mereka bisa diterima di sekolah-sekolah yang bonafide.



Sementara bagaimana dengan nasib masyarakat miskin? Mereka terpaksa harus duduk di bangku-bangku reyot di sekolah dengan kualitas rendah, bahkan yang lebih parah lagi, mereka terpaksa tidak sekolah karena di sekolah reyot pun mereka tidak mampu membayar. Bagaimana mereka bisa pintar jika keadaanya masih seperti itu? Padahal, kemiskinanlah yang menjadi masalah terbesar bangsa ini, sehingga tidak maju-maju.



Seharusnya, yang berhak diprioritaskan untuk memperoleh pendidikan layak dengan sarana dan prasarana modern adalah rakyat miskin. Jika rakyat miskin berhasil mendapatkan pendidikan yang layak, maka bisa dipastikan mereka akan bisa keluar dari kungkungan kemiskinan. Dengan begitu, cita-cita bangsa untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan menciptakan kesejahteraan umum akan terwujud.

Bangsa ini harus mengintrospeksi diri untuk meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia. Seluruh elemen negara, baik pemerintah maupun masyarakat harus bersinergi untuk memikirkan dan mencari jalan keluar untuk persoalan yang selama ini kita hadapi. Revolusi pendidikan menjadi harga mati, jika kita menginginkan perbaikan untuk bangsa ini.



Berbagai upaya pemerintah belum sanggup mengangkat sektor pendidikan sebagai salah satu pilar bagi kemajuan bangsa. Berbagai program yang diupayakan pemerintah, seperti keringanan biaya bagi siswa yang kurang mampu atau beasiswa bagi siswa yang berprestasi, belum juga menjadi titik temu. Faktanya, masih banyak anak-anak miskin yang belum mampu sekolah, sehingga terpaksa “berkeliaran” di jalan. Latar belakang yang tidak jelas ini lama-kelamaan akan membuat bangsa ini hancur. Bagaimana tidak, mereka mengemis di jalan-jalan, berjuang panas-panasan di bawah terik matahari. Belum lagi jika mereka putus asa, akhirnya terpaksa melakukan tindakan-tindakan negatif, misalnya mencuri.



Jika ini tidak segera dicari jalan keluarnya, maka yang terjadi adalah akan tumbuh generasi yang merusak bangsa. Oleh karena itu, dunia pendidikan dianggap belum mampu melahirkan sumber daya manusia yang handal, kreatif, inovatif, solutif, dan berkarakter kuat. Kebanyakan generasi yang ada sekarang ini hidup hanya untuk bersenang-senang dan bergaya hidup hedonistis.



Pendidikan Hak Semua Warga Negara


Melihat realitas yang memprihatinkan tersebut, pemerintah tidak tinggal diam. Pemerintah telah menganggarkan dana 20 persen dari APBN dan APBD untuk meningkatkan mutu pendidikan, sebagaimana yang tertera dalam UUD 1945 pasal 31 ayat 3. Berbagai program lain pun sudah diluncurkan pemerintah, seperti memberikan BOS, subsidi buku, meningkatkan kualitas guru melalui program stratifikasi guru dan dosen, serta keringanan biaya bagi siswa yang kurang mampu atau beasiswa bagi siswa yang berprestasi.



Selain upaya yang dilakukan pemerintah, berbagai pihak pun banyak yang mengusahakan pendidikan gratis. Namun, lembaga-lembaga yang sengaja didirikan untuk menampung anak-anak dari keluarga menengah ke bawah itu tidak bertahan lama. Keterbatasan dana menjadi penyebab utama tidak berkembangnya lembaga tersebut.



Pendidikan merupakan salah satu pilar bagi kemajuan bangsa. Oleh karena itu, seluruh warga negara harus mengenyam pendidikan dengan baik. Berbagai upaya pemerintah harus didikung oleh semua pihak yang memang menginginkan perbaikan pendidikan.



Sebagaimana yang termaktub dalam UUD 45, pendidikan merupakan hak setiap warga negara. Dalam hal ini pemerintah bertanggung jawab penuh untuk mewujudkan pendidikan yang berkualitas. Selama ini upaya-upaya yang dilakukan pemerintah berjalan kurang maksimal. Oleh karena itu perlu memaksimalkan semua upaya tersebut secara revolusioner.



Pemerintah perlu melakukan pemerataan pendidikan di daerah terpencil dan lebih memprioritaskan rakyat miskin. Dengan begitu, rakyat akan sama mendapatkan pendidikan yang berkualitas. Selain itu, pemerintah sebaiknya membantu membiayai lembaga-lembaga yang mengkhususkan pendidikan untuk rakyat menengah ke bawah. Dengan harapan, akan lebih banyak lembaga-lembaga yang bisa mengadvokasi anak-anak yang tidak mampu untuk melanjutkan sekolah.



Selain peran pemerintah dan lembaga-lembaga peduli pendidikan, peran masyarakat juga sangat diperlukan. Masyarakat yang mampu dan hidup berkecukupan harus mulai peduli dengan pendidikan kita. Jika mereka mau memberikan atau menyalurkan sebagian hartanya kepada lembaga-lembaga pendidikan yang fokus untuk rakyat miskin, maka kemungkinan untuk memperbaiki pendidikan negeri ini akan semakin terbuka. Butuh kerjasama dan saling sinergi dari berbagai pihak, baik pemerintah maupun rakyat. Dengan demikian, perbaikan kualitas pendidikan nasional akan meningkat. Wallahu a’lam bi al-shawab.


Kamis, 25 Oktober 2012

anarki berkibar



OLEH EMMA GOLDMAN, 1911 dimanche 20 avril 2003

Apakah patriotisme itu? Apakah cinta dengan tempat lahir seseorang, tempat seseorang mengenang masa kecil, mimpi dan aspirasinya? Dengan sebuah tempat, dimana kita dengan jiwa kekanak-kanakan memandang awan yang bergerak dan bertanya mengapa kita tak dapat begerak secepat awan itu? Dengan tempat dimana kita melihat bintang-bintang betebaran di langit ? Dengan tempat dimana kita mendengar kicauan burung dan berangan-angan ingin bisa terbang seperti burung ke tempat nun jauh? Atau, apakah cinta dengan tempat kita dipangku ibu mendengar dongeng-dongengnya ? Singkatnya, apakah patriotisme itu adalah cinta dengan setiap jengkal tempat dimana kita dibesarkan dan bermain, dimana kita dapat mengenang masa kecil yang penuh dengan kegembiraan?
Kalau itu adalah patriotisme, hanya sedikit orang Amerika yang bisa menjadi patriotik, karena tempat bermainnya sudah dibangun menjadi pabrik-pabrik dan dengungan mesin telah menggantikan musik (kicauan) burung.
Kalau begitu, apakah patriotisme itu? Leo Tolstoy, anti patriotisme terbesar zaman ini, mendefinisikan patriotisme sebagai suatu prinsip yang membenarkan pelatihan pembunuh; suatu usaha yang memerlukan peralatan yang lebih canggih untuk membunuh manusia daripada untuk membuat keperluan manusia, misalnya, sepatu, pakaian dan rumah; usaha yang dapat membawa kebesaran dan sukses, lebih daripada usaha-usaha lain.
Gustava Herve, juga seorang anti patriot yang besar, mengartikan patriotisme dengan tepat. Menurutnya, patriotisme adalah takhyul yang lebih bahaya dan brutal daripada agama. Takhyul agama berasal dari ketidak mampuan manusia untuk menjelaskan fenomena alami. Misalnya, ketika seorang manusia primitif mendengar geledek dan melihat kilat, dia tidak dapat menjelaskan kejadian itu dan menganggap bahwa ada kekuatan yang lebih besar darinya. Dia juga akan menganggap semua fenomena lain, seperti hujan sebagai fenomena gaib. Lain dengan patriotisme yang merupakan takhyul yang diciptakan dan dipertahankan secara artifisial, melalui jaringan penipuan dan kebohongan; tahkyul yang merebut kehormatan seseorang dan membuatnya sombong.
Memang, egoisme dan kesombongan adalah sifat-sifat yang harus dimiliki seorang patriot. Saya akan coba menjelaskan pernyataan di atas. Paham patriotisme menganggap bahwa dunia ini terpecah menjadi bagian -begian kecil, setiap bagian dikelilingi pintu besi. Mereka yang beruntung (kebetulan) lahir dalam sebuah bagian tersebut, akan menganggap diri mereka lebih tinggi derajatnya, lebih pandai dan lebih segala-galanya (dibandingkan dengan manusia di luar pintu besinya). Jadi merupakan tugas bagi setiap orang yang lahir di bagian yang ’terpilih’ itu untuk berperang, membunuh dan mati untuk membuktikan "kebenaran dan kelebihannya" kepada orang lain di luar pintu besinya.
Mereka yang tinggal di bagian-bagian lain, akan mempunyai jalan pikir yang sama. Sudah pasti demikian, karena sejak masih kanak-kanak pikiran mereka sudah diracuni dengan cerita-cerita yang penuh prasangka (untuk menimbulkan kebencian) terhadap orang-orang asing. Ketika anak -anak itu sudah menjadi dewasa, pikirannya sudah dipenuhi dengan kepercayaan bahwa dia adalah yang "terpilih" oleh Tuhan untuk membela negaranya dari serangan orang-orang asing. Untuk memenuhi maksud tersebut, kita di Amerika, mempersiapkan angkatan bersenjata, amunisi dan kapal perang yang semakin megah dan yang jumlahnya semakin banyak.
Untuk memenuhi maksud patriotismne, baru-baru ini, Amerika mengeluarkan empat ratus juta dolar dalam waktu yang singkat. Cobalah kita pikirkan, empat ratus juta dolar yang diambil dari hasil keringat warga negara (mereka yang membayar pajak). Sudah pasti, bukanlah orang-orang kaya yang menunjang patriotisme. Mereka (orang-orang kaya) adalah manusia kosmopolitan, merasa "di rumah" di setiap negara. Kita di Amerika, tahu mengenai fakta ini dengan jelas sekali; bukankah, orang kaya Amerika, menjadi orang Perancis di Perancis, orang Jerman di Jerman, atau orang Inggris di Inggris. Tetapi patriotisme itu bukanlah untuk mereka yang berkuasa dan yang kaya. Patriotisme, seperti agama, cukup diterapkan bagi orang awam. Kita diingatkan kepada Frederick the Great, kawan dekat Voltaire, yang berkata, " agama adalah penipuan (yang terorganisir), tetapi harus dipertahankan untuk orang awam ".
Patriotisme adalah sebuah institusi yang mahal, tidak ada orang yang akan menyangkalnya setelah meneliti statistik di bawah ini. Kenaikan perbelanjaan militer (darat dan udara) yang besar mengejutkan setiap pelajar ekonomi yang kritis. Dari tahun 1881 sampai 1905, perbelenjaan militer Inggris naik dari $ 2.101.848.936 ke $4.143.226.885; bagi Perancis, dari $3.324.500.000 ke $3.455.109.900; bagi Jerman, dari $725.000.200 ke $ 2.700.375.600; bagi Rusia, dari $ 1.900.975.500 ke $ 5.250.445.100; bagi Amerika, dari $ 1.275.500.750 ke $ 2.650.900.450; bagi Itali, dari $ 1. 600.975.750 ke $1.755.500.100; bagi Jepang, dari $182.900.500 ke $ 700.925.475.
Dalam periode 1881-1905 kenaikan dalam pengeluaran untuk angkatan bersenjata Inggris naik empat kali lipat; Amerika, tiga kali lipat; Rusia, dua kali lipat; Jerman 35%; Perancis 15% ; dan bagi Jepang, hampir 500%.
Secara proporsi, pengeluaran militer (darat dan udara) negara-negara tesebut dari total pengeluaran negara, juga naik (untuk periode 1881-1905)): Di Inggris dari 20 ke 37 %, di Amerika dari 15 ke 23 %, di Prancis dari 16 ke 18%, di Itali dari 12 ke 15 %, di Jepang dari 12 ke 14%. Tetapi, di Jerman, pengeluaran untuk militer menurun dari 58 ke 25 %; penurunan ini terjadi karena kenaikan dalam pengeluaran untuk hal-hal yang lain yang luar biasa besar jumlahnya.
Perbelanjaan untuk angkatan laut juga sama luar biasa besarnya. Dalam periode yang sama, kenaikan dalam pengeluaran marinir adalah sebagai berikut: Inggris, 300%; Perancis, 60%; Jerman, 600%; Amerika, 525%; Rusia, 300%; Itali, 250%; Jepang, 700%.
Dalam periode 1881-1885, pengeluaran untuk angkatan laut Amerika adalah $6.20 untuk setiap $100 pengeluaran negara; jumlah ini naik menjadi $6.60 dalam lima tahun berikutnya, menjadi $8.10 pada lima tahun berikutnya dan akhirnya, $16.10 untuk periode 1901-1905. Kita bisa pasti, berdasarkan statistik yang ada, bahwa pengeluran tersebut akan terus naik di tahun-tahun berikutnya.
Kenaikan anggaran perbelanjaan militer dapat kita ilustrasikan lebih jauh dengan menghitung perbelanjaan tersebut sebagai pajak per kapita. Dari (lima tahun) periode pertama (1801-1805) sampai periode kelima (1901-1905), perbandingan pengeluran militer sebagai pajak per kapita dapat kita lihat: di Inggris, dari $18,47 ke $52,50; di Perancis dari $19,66 ke $23.62; di Jerman dari $10,17 ke $15.51; di Amerika dari $5.62 ke $13,64 ; di Rusia dari $6,14 ke $8,37; di Itali dari $9,59 ke $11,24 ; di Jepang dari $0,86 ke $3,11.
Penghamburan yang luar biasa yang dibutuhkan patriotisme, merupakan alasan yang cukup untuk menyembuhkan orang yang mempunyai kepandaian rata-rata dari penyakit tersebut.
Orang-orang awam digalakkan untuk menjadi patriotik, dan untuk kemewahan tersebut mereka harus bersedia untuk membantu pembela-pembela negara dan kadang mengorbankan anak mereka. Patriotisme membutuhkan kesetiaan seseorang terhadap bendera, yang artinya kesediaan untuk membunuh ibu, bapa dan sanak saudara.
Alasan pro-militarisme yang sering kita dengar adalah "kita membutuhkan angkatan bersenjata untuk menjaga negara kita dari serangan orang asing." Setiap orang yang pandai tentunya tahu bahwa alasan tersebut hanya dipakai untuk menakut-nakutkan dan memaksa mereka yang jahil. Pemerintah negara-negara di dunia mengetahui keinginan masing-masing dan tidak akan secara sembarang menyerang satu sama lain. Mereka tahu bahwa keinginan mereka bisa dicapai dengan lebih efektif dengan diplomasi. Bahkan, menurut Carlyle, "perang adalah perrgaduhan antara dua orang pencuri yang terlalu takut untuk berperang sendiri; jadi mereka memakai mereka merekrut orang-orang, memberikan mereka seragam dan senjata, dan membiarkan mereka lepas seperti binatang liar membunuh satu sama lain.
Setiap perang yang dikaji, pasti mempunyai sebab yang sama. Misalnya perang Spanyol-Amerika, yang dikatakan sebagai perang yang hebat dan penuh nilai patriotik dalam sejarah Amerika. Bagaimana perasaan kita dipenuhi dengan kemarahan terhadap orang Spanyol yang kejam! Betul, bahwa kemarahan kita tidak bangkit secara spontan. Perasaan itu dibangkitkan dengan agitasi koran-koran selama berbulan-bulan.
Tetapi setelah perang usai dan yang gugur telah dikubur; akibat perang itu dirasakan oleh orang awam, dalam bentuk kenaikan harga barang-barang dan harga sewa rumah. Setelah kita sadar dari buaian patriotisme, tiba-tiba kita tahu bahwa sebab perang Spanyol-Amerika adalah karena harga gula; atau secara lebih kasar, nyawa, darah dan uang orang Amerika telah dipakai untuk menjaga interest kapitalis Amerika dalam perdagangan gula. Pernyatan di atas tidaklah dilebih-lebihkan, tetapi berdasarkan fakta dan angka.
Penggunaan kekerasan seperti yang disebutkan di atas juga bukan insiden yang langka, contohnya adalah kebijakan pemerintah Amerika terhadap buruh-buruh di Kuba. Ketika Kuba masih dikuasai Amerika, pasukan yang sama yang membebaskan Kuba, diperintahkan untuk menembak buruh tembakau Kuba yang sedang mogok kerja.
Bukanlah hanya kita (di Amerika) yang melakukan perang untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut. Penyebab perang Rusia-Jepang yang brutal telah diumumkan oleh menteri perang Rusia, Kuropatkin. Kaisar Rusia dan kerabatnya baru berinvestasi dalam usaha pembuatan peralatan perang, dan maksud perang tersebut adalah untuk membuka pasar bagi peralatan perang tersebut.
Alasan bahwa kekuatan militer yang besar adalah jaminan untuk menjaga perdamaian sama logikanya dengan pernyataan bahwa individu yang merasa damai adalah dia yang menjaga dirinya dengan persenjataan yang berat. Pengalaman membuktikan bahwa individu yang bersenjata mempunyai tendensi untuk memamerkan "kekuatannya". Begitu juga halnya dengan pemerintah. Negara yang benar-benar ingin perdamaian tidak akan membuang waktu dan tenaga untuk persiapan perang; inilah perdamaian abadi. Tetapi keinginan untuk memperbesar kekuatan militer bukanlah karena ancaman dari luar. Ancaman datang dari dalam negeri; ketidak puasan masa dan buruh atas pemerintah. Angkatan bersenjata dipersiapkan untuk menangani musuh-musuh internal tersebut; musuh yang kalau telah kesadarannya bangkit, akan jauh lebih berbahaya daripada kekuatan asing dari manapun.
Institusi negara adalah kekuatan yang telah beratus-ratus tahun memperbudak masa melalui penguasaan psikologi masa. Aparatus negara tahu bahwa sebagian besar masa adalah ’anak kecil’ yang bisa dibujuk dengan mainan. Dan kalau mainan ini semakin berwarna-warni, mereka akan semakin suka.
Angkatan bersenjata sebuah negara merupakan "mainan" tersebut. Untuk membuat "mainan" itu lebih menarik ratusan ribu dolar telah dipakai untuk "menghiasinya". Contohnya: pemerintah Amerika mengirim satu konvoi angkatan laut ke Pasifik supaya setiap warga negara Amerika merasa bangga dengan negaranya itu. Kota San Fransisco menghabiskan seratus ribu dolar untuk menyambut konvoi tersebut; Los Angeles, enam puluh ribu; Seattle dan Taccoma sekitar serartus ribu. Untuk menyambut konvoi tersebut?? Untuk makan dan minum dengan prajurit-prajurit pangkat atas, sedangkan prajurit-prajurit (bawahan) lainnya harus melakukan unjuk rasa untuk sekedar makan yang cukup. Ya, dua ratus enam puluh ribu dihabiskan untuk petasan, pesta dan foya-foya, pada waktu kaum perempuan dan kanak-kanak sedang mengalami kelaparan di seluruh negara; ketika ribuan penganggur bersedia untuk menjual tenaga mereka semurah-murahnya.
Dua ratus enam puluh ribu dolar! Apa yang tidak bisa dibeli dengan uang sebanyak itu? Tetapi, bukan untuk roti dan rumah; anak-anak kota-kota tersebut diajak untuk melihat pesta penyambutan angkatan laut tersebut, supaya mereka ingapat dijatuhkan dari pesawat terbang ke target masyarakat. Kita merasa bangga mengetahui bahwa Amerika akan menjadi negara terkuat di dunia, dan kemudian akan menanamkan kaki besinya di leher negara-negara lain. Itu semua adalah logika patriotisme.
Tetapi, segala dampak buruk patriotisme terhadap masyarakat awam tidak ada apa-apanya jika dibandingkan dengan penghinaan dan luka yang dirasakan mereka yang bekerja di militer. Mereka adalah korban kejahilan dan takhyul yang patut dikasihani. Dia, pembela dan penjaga negara, apakah yang dapat diberikan patriotisme terhadap seorang prajurit? Sehari-harinya mereka harus selalu tunduk. Kehidupan mereka penuh dengan kebiasaan buruk (vice), bahaya dan kematian. Ketika saya sedang dalam tur memberikan kuliah di San Fransisco, saya mengunjungi sebuah tempat yang paling indah. Dari sana kita dapat melihat "the Bay" dan "Golden Gate Park". Tempat itu semestinya digunakan untuk sebuah taman untuk anak-anak dan untuk pertunjukan musik. Tetapi, di tempat itu dibangun barak militer yang jelek.
Di barak yang menyedihkan tu, prajurit-prajurit diangon seperti binatang. Di situ mereka membuang waktu mengelap sepatu lars dan lencana mereka untuk diperlihatkan kepada pemimpin mereka. Kehidupan bagi prajurit seringkali tidak mempersiapkannya untuk hidup kembali secara normal dalam masyarakat. Kebanyakan dari mereka tidak mempunyai keterampilan yang dibutuhkan dalam kehidupan bermasyarakat. Bagi mereka yang mempunyai keterampilan, kadang mereka tidak bisa beeradaptasi dengan kehidupan normal, dan keterampilannya tersebut tidak dapat sepenuhnya dimanfaatkan. Mereka terbiasa dengan kehidupan yang "idle" (pasif) dan penuh dengan petualangan (adventure). Tidak ada pekerjaan normal yang bisa memuaskan diri mereka. Pendek kata, mereka tidak lagi dapat melakukan pekerjaan yang bermanfaat bagi masyarakat.
Tetapi, biasanya yang masuk barak itu adalah eks tahanan; karena mereka susah mencari penghidupan atau memang karena mentalitas mereka sesuai dengan kehidupan militer. Sesudah kontrak militer selesai, biasanya mereka akan kembali kepada kehidupan kriminal, lebih zalim dari sebelumnya. Di Amerika memang lumayan banyaknya eks serdadu yang meringkuk di penjara; dan angkatan bersenjata juga dipenuhi dengan eks tahanan.
Dari semua akibat patriotisme yang telah saya jelaskan, yang paling merusakkan adalah pelecehan harga diri seseorang seperti yang diderita oleh serdadu William Buwalda. Karena dia dengan bodohnya percaya bahwa dia bisa menjadi seorang tentara dan juga dapat menerima hak penuhnya sebagai manusia, otoritas militer telah memberikan hukuman berat baginya.
Memang betul bahwa dia telah bertugas untuk negara selama lima belas tahun, dan dalam waktu itu, arsipnya bersih dan sempurna. Menurut Jendral Funston yang meringankan hukumannya menjadi tiga tahun penjara, "tugas seorang serdadu adalah kesetiaan yang tidak dapat dipertanyakan kepada pemerintah, meskipun dia tidak setuju dengan pemerintah tersebut." Funston telah menjelaskan arti kesetiaan. Menurutnya, jika seseorang masuk militer, dia secara otomatis menolak Deklarasi Kemerdekaan (bagi dirinya).
Memang suatu perkembangan yang aneh, patriotisme membuat seorang mahluk yang berpikir menjadi mesin yang terprogram. Untuk membenarkan hukuman yang dijatuhkannya kepada Buwalda, Funston memberi tahu orang Amerika bahwa tindakan serdadu itu adalah "tindakan kriminal yang serius yang sama beratnya dengan pengkhianatan ." Apakah tindakan tersebut? William Buwalda adalah salah satu dari seribu lima ratus orang yang menghadiri sebuah pertemuan di San Fransisco, dan dia berjabat tangan dengan orator Emma Goldman.
Buwalda telah memberikan hidup dan kejantanannya bagi negaranya. Tetapi semua itu tidak ada artinya. Patriotisme, seperti monster yang tak pernah kenyang, menghendaki semuanya. Patriotisme tidak mengakui bahwa seorang serdadu itu juga adalah seorang manusia, yang mempunyai perasaan dan opininya sendiri, kesukaan dan pahamnya. Tidak, patriotisme tidak dapat mengakui itu. Hal itu adalah pengalaman yang harus dipelajari oleh Buwalda; pelajaran yang mahal. Kalau dia sudah dibebaskan, dia akan kehilangan kerjanya di militer tetapi dia akan memperoleh kembali harga dirinya. Setelah usai, kebebasan itu memang berharga ’tiga tahun penjara.’
Seorang penulis mengenai kondisi militer Amerika, dalam sebuah artikel baru-baru ini , memberikan komentar tentang kekuasaan yang dipunyai seorang pemimpin militer atas masyarakat sipil di Jerman. Penulis itu berkata bahwa Republik kita (Amerika) tidak mempunyai arti lain, tetapi hanya untuk menjamin hak yang sama bagi semua orang; dan itu membenarkan keberadaannya.
Saya yakin bahwa penulis itu tidak berada di Colorado semasa rezim patriotik Jenderal Bell. Dia mungkin akan menukar pikirannya, kalau dia menyaksikan bagaimana orang-orang dilempar ke dalam kandang kerbau, diseksa dan diperlakukan dengan tindakan-tindakan yang merendahkan; semuanya dilakukan dalam nama patriotisme dan republik (Amerika). Kejadian di Colorado hanyalah sebuah contoh bukti perkembangan militer di Amerika. Jika ada pemogokan, jarang sekali tentara dan anggota militia tidak dikerahkan untuk melindungi mereka yang berkuasa; dan jarang sekali mereka tidak bertindak brutal dan sombong seperti orang-orang yang memakai seragam Kaiser.
Suatu kemalangan bagi penulis-penulis di negara ini adalah mereka sama sekali tidak tahu mengenai hal-hal yang baru terjadi (current affairs) atau mereka tidak mempunyai kejujuran untuk memberitakan apa yang terjadi. Penulis kita itu menyatakan bahwa militer tidak akan menjadi kekuatan di Amerika seperti di luar negeri, karena pendaftaran militer adalah sukarela, bukannya keharusan seperti di negara -negara lain. Tetapi penulis ini lupa mempertimbangkan dua fakta yang sangat penting. Pertama, wajib militer di Eropa telah menimbulkan kebencian terhadap militer oleh seluruh kelas-kelas masyarakat. Beribu-ribu rekrut baru mendafatar dengan terpaksa, dan setelah mereka berada di barak, mereka akan berusaha sekuat tenaga untuk meninggalkannya. Kedua, wajib militer lah yang telah menimbulkan gerakan-gerakan anti militer yang kuat, yang merupakan kekuatan yang paling ditakuti oleh pemerintah-pemerintah di Eropa. Gerakan dan sentimen anti militarisme dianggap sebagai ancaman bagi pemerintah (kapitalis) karena benteng yang melindungi dan memperkuat kapitalisme adalah militarisme. Pada saat militarisme dikalahkan, kapitalisme akan hancur.
Memang betul bahwa tidak ada wajib milliter di negara kita, pemuda/i kita tidak dipaksa untuk menjadi tentara, tetapi ada paksaan yang lebih hebat: mereka yang masuk dalam militer berbuat demikian karena kebutuhan. Bukankah suatu fakta bahawa dalam depresi industrial, pendafatran masuk militer meningkat dengan drastis? Karir dalam militer bukan hanya menarik dan dihargai, tetapi juga lebih baik daripada susah-susah mencari pekerjaan, antri roti atau tidur di tempat-tempat amal. Karir tersebut setidak-tidaknya memberikan tiga belas dolar sebulan, tiga kali makan setiap harinya dan tempat untuk tidur. Tetapi bagi mereka yang mempunyai harga diri dan prinsip, kebutuhan bukanlah alasan untuk masuk militer. Kita tidak perlu heran kalau otoritas militer menyatakan bahwa materi orang-orang yang mendaftar belakangan ini berkualitas buruk. Pernyataan ini adalah tanda yang baik. Artinya rata-rata orang Amerika masih mempunyai sifat mandiri, cinta kebebasan dan berani menanggung resiko kelaparan daripada memakai seragam.
Orang-orang bijak di seluruh dunia mulai sadar bahwa patriotisme adalah sebuah konsep yang picik dan terlalu sempit untuk memenuhi kebutuhan zaman sekarang. Sentralisasi kekuasaan telah menimbulkan solidaritas internasional antara mereka yang tertindas; solidaritas anatara kaum buruh di Amerika dan diluar negeri; solidaritas yang tidak perlu takut dengan serangan dari luar, karena kaum buruh akan membuat pernyataan kepada majikan mereka,"kalau anda mahu membunuh silahkan lakukan pembunuhan tersebut sendiri, kami telah melakukannya untuk anda untuk cukup lama."
Solidaritas itu juga telah menyadarkan tentara-tentara bahwa mereka semua adalah bagian dari umat manusia. Contohnya, tentara-tentara Paris menolak menjalankan perintah untuk membunuh saudara-saudara mereka dalam revolusi ’Commune 1871.’ Solidaritas tersebut juga telah memberikan keberanian kepada tentara angkatan laut Rusia untuk berontak dalam kapal perang mereka. Solidaritas akhirnya akan mempersatukan kaum tertindas untuk melawan penindas mereka. Kaum proletar Eropa telah sadar dengan kekuatan dashyat solidaritas, dan karena itu telah menyatakan perang terhadap patriotisme dan militarisme. Beribu-ribu orang memenuhi penjara-penjara di Prancis, Jerman, Rusia dan Scandinavia karena mereka berani melawan tahkyul kuno tersebut (patriotisme). Gerakan ini juga tidak hanya terbatas dengan kaum buruh, tetapi juga seniman, sastrawan/ita dan ahli tehnik.
Amerika harus mengikuti gerakan solidaritas tersebut. Mentalitas militer telah tertanam dalam kehidupan sehari-hari orang Amerika. Saya percaya bahwa militarisme sangat berbahaya karena mereka didukung kaum kapitalisme (sebaliknya kaum kapitalis sangat membutuhkan mereka untuk menjaga kepentingan mereka).
Institusi yang paling dahulu diracuni dengan mentalisme militarisme tersebut adalah sekolah. Pemerintah mempunyai konsep ,"Berilah seorang anak itu kepada saya dan saya akan mengajarnya menjadi ’orang.’ Anak-anak diajari taktik militer, perjuangan militer diagung-agungkan dalam kurikulum pendidikan dan pikiran anak-anak itu dibentuk supaya sesuai dengan tujuan negara. Pikiran anak-anak yang masih ’murni’ tersebut dibanjiri dengan moralitas patriotisme. Kaum pekerja Amerika telah banyak menderita di tangan tentara, dan kejijikannya terhadap parasit berseragam itu memang beralasan kuat. Tetapi kebencian saja tidak dapat menyelesaikan masalah tersebut. Yang kita perlukan adalah pendidikan propaganda untuk tentara-tentara; bacaan-bacaan anti patriotik yang akan menyadarkan mereka akan keburukan ’pekerjaannya’ itu dan yang akan menyadarkan mereka akan hubungan yang sebenarnya antara mereka dan kaum pekerja yang dengan hasil kerjanya menghidupi mereka. Tepatnya inilah yang paling ditakuti oleh pemerintah. Bagi seorang tentara, sekedar menghadiri pertemuan yang radikal saja sudah dianggap sebagai pengkhianatan, apalagi kalau dia membaca pustaka radikal. Tetapi bukankah merupakan sifat pemerintah yang selalu mengecap segalanya yang berbau kemajuan sebagai khianat/subversif ? Bagi mereka yang berjuang untuk mengubah keadaan sosial mustilah bersedia untuk menghadapi semua itu; karena mungkin lebih penting untuk menyebarkan kebenaran di dalam barak daripada di dalam pabrik. Kalau kita dapat mengabaikan patriotisme, kita telah membuka jalan menuju masyarakat yang bebas dimana semua nationalitas berada di bawah naungan persaudaraan universal.

Senin, 02 April 2012

punk itu...


punk adalah sebuah gaya hidup (lifestyle) yang berprilaku seperti pemberontak, yang dimaksud di sini pemberontak adalah kebebasan, kebebasan seperti apa..? Kebebasan dalam gaya hidup, bagi pemusik kebebasan berekspresi, bagi kaum jalanan kebebasan gaya hidup, dan bagi seorang desainer adalah kebebasan soal trend.
Punk mempunya ideologi yang mereka punya yaitu DIY (do it yor self), komunitas punk tersebut dikembangkan di Amerika Serikat, Inggris dan Australia pada pertengahan tahun 1974-1976. Punk bukanlah jenis aliran musik namun punk adalah sebuah sikap ketidakpuasaan terhadap yang dilakukan pemerintah di jaman itu, lapisan-lapisan masyarakat yang terdiri dari para buruh, pelajar, dan kaum miskin kota, bersama-sama melakukan perubahan dengan cara melakukan demonstrasi untuk menggulingkan pemerintahan yang posisinya saat itu sedang kacau.
Dan di pertengahan tahun yang sama berkembanglah musik-musik punkrock yang berlirik tentang kritikan-kritikan politik, berlirik pendek, musik yang beraliran keras, dan juga dengan gaya hidup yang penuh kebebasan. Komunitas ini berkembang dan terus berkembang sampai sekarang .
Jadi punk itu adalah sebuah gaya hidup, bukan sebuah ajaran dan juga bukan sebuah “obat-obatan” yang selalu membuat anda tersugesti, jadi jangan takut jika anda melihat komunitas punk yang ada di bawah lampu merah, dan di dalam bis kota. Gembel jalanankah mereka..? Bukan..” mereka adalah kaum minoritas yang berani menunjukkan diri mereka, saya berani menulis seperti ini karena saya sudah merasakan hidup di antara mereka.
Kaum jalanan atau lebih sering disebut “street punk” adalah sebuah pemberontakan dalam gaya hidup dimana mereka bisa merasakan hidup susah, tidur di emperan toko,mengamen untuk membeli satu bungkus nasi, berjuang dengan kerasnya kehidupan di kota-kota besar. Walaupun beberapa di antara mereka saya tau sebenarnya mempunyai pendidikan yang cukup dan mempunyai orangtua yang berpenghasilan yang lumayan, mereka hanya ingin merasakan bahwa sebelum mereka “jatuh” ada baiknya merasakan terlebih dahulu jatuh itu dan bagaimana kita harus “bangkit” kembali.
Entah mengapa mereka mengambil jalan tersebut, tapi menurut saya tanpa mengambil jalan tersebut pun kita bisa sanggup. Inilah cerita tentang pengalaman dan pengetahuan saya tentang jiwa seorang punk, dan punk sendiri mempunyai ideologi yang bermacam-macam, karena itulah punk adalah jiwa yang mempunyai kebebasan namun masih tetap berdiri pada aturan-aturan yang ada .

Punk merupakan sub-budaya yang lahir di LondonInggris. Pada awalnya, kelompok punk selalu dikacaukan oleh golongan skinhead. Namun, sejak tahun 1980-an, saat punk merajalela di Amerika, golongan punk dan skinhead seolah-olah menyatu, karena mempunyai semangat yang sama. Namun, Punk juga dapat berarti jenis musik atau genre yang lahir di awal tahun 1970-an. Punk juga bisa berarti ideologi hidup yang mencakup aspek sosial dan politik.
Gerakan anak muda yang diawali oleh anak-anak kelas pekerja ini dengan segera merambah Amerika yang mengalami masalah ekonomi dan keuangan yang dipicu oleh kemerosotan moral oleh para tokoh politik yang memicu tingkat pengangguran dan kriminalitas yang tinggi. Punk berusaha menyindir para penguasa dengan caranya sendiri, melalui lagu-lagu dengan musik dan lirik yang sederhana namun kadang-kadang kasar, beat yang cepat dan menghentak.
Banyak yang menyalahartikan punk sebagai glue sniffer dan perusuh karena di Inggris pernah terjadi wabah penggunaan lem berbau tajam untuk mengganti bir yang tak terbeli oleh mereka. Banyak pula yang merusak citra punk karena banyak dari mereka yang berkeliaran di jalanan dan melakukan berbagai tindak kriminal.
Punk lebih terkenal dari hal fashion yang dikenakan dan tingkah laku yang mereka perlihatkan, seperti potongan rambut mohawk ala suku indian, atau dipotong ala feathercut dan diwarnai dengan warna-warna yang terang, sepatu boots, rantai dan spike, jaket kulit, celana jeans ketat dan baju yang lusuh, anti kemapanan, anti sosial, kaum perusuh dan kriminal dari kelas rendah, pemabuk berbahaya sehingga banyak yang mengira bahwa orang yang berpenampilan seperti itu sudah layak untuk disebut sebagai punker.
Punk juga merupakan sebuah gerakan perlawanan anak muda yang berlandaskan dari keyakinan we can do it ourselves. Penilaian punk dalam melihat suatu masalah dapat dilihat melalui lirik-lirik lagunya yang bercerita tentang masalah politik, lingkungan hidup, ekonomi, ideologisosial dan bahkan masalah agama.